Pabrik Sarung Majalaya Denyutnya Masih Terasa, Tak Semenderu Dulu

SUARA mesin tenun menderu di pabrik sarung Majalaya, di Desa Talun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Senin (9/3/2020). Belasan mesin merek Suzuki itu ditunggui beberapa operator dan seorang teknisi.

Pabrik sarung majalaya itu milik Rohaedi (49) atau Edi. Namun, untuk sementara pabriknya disewakan kepada pengusaha sarung lainnya.

Edi terpaksa menyewakannya karena sudah tak mampu lagi menyediakan modal untuk memproduksi sarung. Namun, Edi masih berharap setelah masa kontrakan pabriknya habis bisa memproduksi sarung lagi.

“Masih mending disewakan. Kalau orang lain ada yang dijual untuk menutupi utang-utang ke bank,” kata Edi di rumahnya di Desa Talun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Senin (9/3/2020).

Edi adalah putra H Hada (alm). H Hada adalah salah satu pengusaha sarung ternama di kawasan Talun pada 1990-2000-an. H Hada meninggal pada 2014.

Edi menceritakan ketika ayahnya masih jaya. Menurutnya Haji Hada mulai menenun sarung sejak 1970-an. Ayahnya hanya memiliki satu pabrik, tapi bisa memperkerjakan 300 karyawan

Saat itu, kata Edi, masih menggunakan alat tenun Tustel (alat tenun bukan mesin). Sarung-sarungnya dijual ke Jawa, Tanah Abang Jakarta, dan Pasar Baru Bandung. “Kalau ke Pasar Baru sedikit. Kan, pusat sarung ada di Tanah Abang,” kata Edi.

Edi merasakan penurunan permintaan sarung sejak 2015. Sebelumnya, kata Edi, tidak ada masalah, pemasaran pun lancar.

Pabrik Sarung Majalaya Itu Terpaksa Disewakan

Kisah Edi, kata H Aef Hendar (55), Ketua Komunitas Pertekstilan Majalaya dan pengusaha tekstil, sudah menjadi rahasia umum. Menurutnya, banyak yang dulunya pengusaha sarung besar sekarang tinggal nama.

“Dulunya pengusaha sekarang tinggal nama. Dulunya punya pabrik sekarang tidak lagi. Dulu pabriknya dikelola sendiri sekarang disewakan,” kata Aef di sebuah kafe di Jalan Sukamanah, Majalaya, Kabupaten Bandung, Rabu (11/3/2020).

Camat Majalaya Ika Nugraha merasa prihatin. Menurutnya penurunan produksi sarung Majalaya bisa jadi karena persaingan. Persaingan, katanya tidak bisa dihindari dengan adanya kebijakan pasar bebas. Harusnya, menurut Ika, para pengusaha sudah siap untuk itu.

Menurut Ika banyak cara yang dilakukan para pengusaha agar produksi tetap berjalan. Ada pengusaha yang merumahkan karyawan, mengurangi hari kerjanya, dan mengurangi produksi.

Artikel ini dikutip dari Tribunjabar.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *