Kampung Citarum di Tepi Sungai Citarum, Serasa Zaman Dulu

Kampung Citarum, warga RW 05, Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.

LAHAN di bantaran Sungai Citarum berhasil disulap menjadi kampung, tempat berkumpul warga. Semula lahan tersebut merupakan tempat pembuangan sampah dan semak belukar. Warga menyebutnya Kampung Citarum.

Tempat di RW 05, Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, itu dinamai warga Kampung Citarum.

Sebuah saung dibangun di sudut lahan yang lokasinya berada di sugai terpanjang di Jawa Barat itu. Bangunannya terbuat dari bahan bambu. Saung itu menjadi tempat untuk berkumpul warga, termasuk anak-anak untuk belajar.

Kampung Citarum bermula dari warga yang ingin memiliki tempat yang representatif untuk berkumpul.

Menurut Ketua Komunitas Munding Dongkol, Yadi Supriadi (39) alias Mang Acim Acim, konsepnya sengaja dibuat seperti perkampungan.

Selain ada saung, di sana juga dipasang sebuah kolecer atau baling bambu yang digerakkan oleh angin dan mengeluarkan suara khas.

Hidroponik sederhana pun, menurut Acim, bakal diupayakan untuk dibangun. Nanti, ibu-ibu warga setempat yang akan menanam dan mengurusnya. Termasuk juga, kata Acim, akan ada kolam lele dan kandang domba.

“Nanti diupayakan, tempat ini menyerupai kampung, seperti Kampung Bojongasih tempo dulu, yang air Citarumnya bersih, dan ada tempat berkumpul dekat pohon bambu,” katanya.

Menurut Acim, pohon bambu adalah biopori raksasa, jadi harus tetap ada di pinggiran Citarum. Konsep Kampung Citarum juga begitu, kata Acim, harus ada pohon bambunya.

Rumput Odot di Kampung Citarum

Selain membangun Kampung Citarum, warga RW 05, Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, bersama Komunitas Munding Dongkol (KMD) bakal menanam rumput odot di lahan kosong di bantaran Sungai Citarum.

Dalam laman bbptusapiperah.ditjenpkh.pertanian.go.id, disebutkan, rumput odot merupakan varietas rumput gajah (pennisetum purpureum).

Di luar negeri, rumput ini lebih dikenal dengan sebutan dwarf elephant grass atau mott elephant grass.

Tanaman ini bisa tumbuh pada musim kemarau yang tanahnya tingkat kesuburannya rendah.

Di Indonesia, rumput ini dikembangkan pada 2007 oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Kanada yang kemudian dikembangkan di seluruh Indonesia.

“Kami berencana mengkhususkan menanam rumput odot. Rumput ini sekarang luar biasa.

Sangat dibutuhkan para peternak yang kesulitan mencari rumput,” kata Ketua KMD Yadi Supriadi (39) alias Mang Acim, Selasa (7/7).

Menurut Acim, rumput odot bakal ditanam di sepanjang bantaran sungai.
Selain itu, warga bersama KMD bakal membuat kebun rumput odot. “Saya berharap, ini jadi penghasilan warga,” katanya.

Harga rumput odot, kata Acim, mencapai Rp 35 ribu per karung.

Menurut Acim, warga tidak perlu lagi mencari pembelinya karena KMD berkolaborasi dengan Komunitas Babad Kiwari.

“Mereka yang memberi kami benih dan akan menampungnya,” katanya sambil memperlihatkan benih odot.

Komunitas Babad Kiwari, kata Acim, sangat membutuhkan ramput odot. Mereka, katanya, sedang keteteran memenuhi permintaan akan rumput odot dari para peternak.

Dalam laman bbptusapiperah.ditjenpkh.pertanian.go.id, disebutkan rumput odot memiliki beberapa keunggulan.

Di antaranya pada musim penghujan batang rumput odot terasa lebih lunak sehingga sangat digemari oleh kambing dan domba.

Keunggulan lainnya, rumput ini memiliki jumlah nutrisi yang cukup tinggi daripada rumput gajah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *