YAYAT Ruchyat (55) tak segan mendalami budi daya lobster air tawar. Warga Jalan Sekar Gambir I, ini tahu betul, membudi dayakan jenis ikan ini sangat menjanjikan.
Dia pun terus menekuninya hingga akhirnya benar-benar yakin bidang ini bisa menghasilkan.
Hal sama juga dilakukan Komarudin. Dia bahkan berhenti dari pekerjannya di sebuah restoran di kawasan Sadang, Kota Bandung. Nasibnya kini disandarkan pada usahanya menangkar lobster air tawar.
“Kalau buat hidup mah cukup,” kata Komarudin ditemui di tempat pembudi dayaan lobster di Gang Pusri, Jalan Soekarno Hatta, Kamis (30/1/2020).
Menurut Yayat menangkar lobster air tawar itu mudah, biayanya juga tidak mahal. Asal ada lahan memadai dan sumber air yang cukup, budi daya bisa berjalan.
“Seperti ikan mujair, sakali tanam, lobster bisa terus berkembang biak,” kata Yayat di kediamannya Jalan Sekar Gambir I, Selasa (28/1/2020).
Komarudin sependapat, memelihara lobster air tawar itu tidak terlalu sulit. Bahkan, katanya, untuk pakannya pun sangat murah. Lobster air tawar itu makan apapun. Termasuk bangkai lobster.
“Mereka kanibal juga, makan jenisnya sendiri. Kami biasa memberikan cacing, keong, dan sayuran,” kata Komarudin.
Penangkar lobster air tawar lainnya, R Devi Risandi SH, mengaku memutuskan berhenti bekerja dari perusahaan swasta di Kota Bandung untuk menekuni bidang ini.
Devi mengaku sudah setahun lalu memiliki minat untuk beralih profesi dari pekerja menjadi pembudi daya lobster. Namun, katanya, baru tujuh bulan terakhir ini dia baru merealisasikannya.
“Setelah saya coba terjun ke lapangan ternyata usahanya menjanjikan. Pertimbangannya karena pembudi daya lobster di Bandung masih sangat terbatas, sedangkan permintaan cukup lumayan besar,” kata Devi dihubungi lewat telepon, Kamis (30/1/2020).
Menangkar Lobster Air Tawar Tidak Sulit
Berdasarkan pengalamannya, membudi dayakan lobster tidak terlalu sulit. Itu juga yang menjadi pertimbangan Devi untuk menekuni profesi ini. “Sekarang saya sudah full budi daya,” katanya.
Yayat mengajak orang-orang di daerah yang memiliki lahan untuk ikut menangkar lobster ini. Caranya gampang, katanya, kalau punya lahan silakan kontak dirinya.
“Nanti saya akan beri pelatihan, bagaimana cara pembenihan sampai penjualan. Benih atau indukan saya sediakan. Kalau penjualan, lobster bisa dijual kepada saya,” kata Yayat.
Sekarang, katanya sudah banyak yang hafal kepadanya. Yayat mengaku komunitasnya menggunakan media sosial, seperti facebook dan Whatsapp untuk berkomunikasi.
“Dulu saya suka berkeliling ke daerah. Bikin komunitas di daerah, ada peminat dari daerah lain ada yang berkunjung terus bertanya dapat dari mana,” katanya. “Kami kasih nomor telepon langsung menghubungi. Langsung percaya.”
Yayat mengawali budi daya lobster air tawar berjalan sendiri. Benar-benar mandiri, katanya, tanpa bantuan modal pemerintah. Yayat mengaku saat ini memiliki mitra di Tasikmalaya, Garut, dan Subang.
Dulu, dia membeli indukan di Australia 3 jantan 5 betina, 2,5 juta pada 2005. Kemudian dikembangkan. “Saya kembangkan di akuarium, wah, bagus perkembangannya. Terus saya lempar ke Leles Garut,” katanya.
Komarudin beda lagi. Dia justru kesulitan membentuk komunitas untuk pengembangan budi daya lobster. Menurutnya, sangat sulit mengedukasi pemilik lahan untuk berganti kebiasaan membudi daya ikan ke lobster.
“Kalau ikan, kan, pasti tiap bulan menghasilkan, tapi kalau lobster harus menunggu dulu beberapa bulan, baru hasilnya kelihatan,” katanya.
Menurut Komarudin, membudi dayakan lobster, untuk menunggu panen cukup lama, bisa menghabiskan waktu satu tahun.
“Awalannya agak lama, setahun pertama hanya mengembangbiakan dulu, belum bisa menjual. Setelah itu panennya bisa setiap bulan,” ujarnya.
Sumber: Tribun Jabar
Budidaya yang perlu dikembangkan