Jembatan Brouwer di Asia Afrika Bandung Masih Jadi Spot Menarik

Jembatan Brouwer di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. | Foto serbabandung.com

Jembatan Brouwer adalah sebutan para pelancong untuk jembatan penyebrangan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.

Di dinding penyangga jembatan tersebut terdapat kutipan Martinus Antonius Weselinus (M.A.W) Brouwer.

Karena kutipan yang menarik dan menjadi spot foto, jembatan itu kemudian sering disebut Jembatan Brouwer.

“Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”, itulah kutipan di dinding penyangga Jembatan Brouwer.

Siapakah M.A.W Brouwer? Wali Kota Bandung Ridwan Kamil tentu takkan sembarangan menulis kata-kata tersebut di jembatan yang direnovasi menjelang peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika pada April 2015.

Tadinya jembatan penyebrangan orang ini bentuknya biasa saja. Setelah direnovasi jembatan ini menjadi pusat perhatian pengunjung.

Brouwer adalah orang Belanda yang lahir pada 14 Mei 1923. Dia lama tinggal di Indonesia. Menamatkan sarjana di Fakultas Paedagogi Universitas Indonesia pada 1961.

Dia sempat menjadi guru di Sukabumi. Di Bandung, dia mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran dan Universitas Parahyangan.

Semasa hidupnya, Brouwer dikenal sebagai seorang fenomenolog, psikolog, budayawan.

Brouwer sangat dikenal karena kolom-kolomnya yang tajam, sarkastik dan humoris di berbagai media masa di Indonesia. Terutama pada era tahun 70-an sampai 80-an.

Brouwer harus kembali ke negeri Belanda. Dia meninggal di sana karena permohonannya menjadi Warga Negara Indonesia tidak dikabulkan. Brouwer meninggal pada 19 Agustus 1991.

Di Jembatan Brouwer Ada Kutipan Pidi Baiq

Bagian dinding penyangga jembatan penyebran bertuliskan “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum” berada di sebelah kiri bila dilihat dari dekat Gedung Merdeka.

Di seberangnya di dinding penyangga lainnya ada tulisan menarik, bunyinya begini “Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi”.

Kutipan tersebut diambil dari ucapan seniman Bandung Pidi Baiq. Dia lahir di Bandung pada 8 Agustus 1972. Terkenal sebagai seniman multitalenta.

Dia adalah penulis novel dan buku, dosen, ilustrator, komikus, musisi, dan pencipta lagu. Namanya mulai dikenal melalui grup band The Panas Dalam yang didirikan pada 1995.

Pidi Baiq semakin dikenal para pecinta karya sastra khususnya bergenre humor melalui karyanya berjudul “Dilan: Dia adalah Dilanku” tahun 1990 terbit tahun 2014, “Dilan Bagian Kedua: Dia adalah Dilanku” Tahun 1991 terbit tahun 2015 dan “Milea: Suara dari Dilan” terbit tahun 2016.

Selain ketiga karya di atas, Pidi Baiq juga memiliki karya-karya novel yang lain seperti: “Drunken Monster: Kumpulan Kisah Tidak Teladan” terbit tahun 2008, “Drunken Molen: Kumpulnya Kisah Tidak Teladan” terbit tahun 2008, “Drunken Mama: Keluarga Besar Kisah-kisah Non Teladan” terbit tahun 2009, “Drunken Marmut: Ikatan Perkumpulan Cerita Teladan” terbit tahun 2009, “Al-Asbun Manfaatulngawur” terbit tahun 2010, “At-Twitter: Google Menjawab Semuanya Pidi Baiq Menjawab Semaunya” terbit tahun 2012, dan lain-lain.

Kedua dinding tersebut terutama pada musim liburan masih saja dijadikan objek foto oleh pelancong.

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Pidi_Baiq
https://id.wikipedia.org/wiki/Martinus_Antonius_Weselinus_Brouwer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *