Bandung Lautan Api Diabadikan Lewat Monumen di Tegallega

Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegallega Bandung. | Foto serbabandung.com #serbabandung

TINGGI menjulang membelah langit Lapangan Tegallega. Itulah yang terkesan dari Monumen Bandung Lautan Api. Monumen ini memang untuk mengenang peristiwa heroik pembumihangusan Bandung pada zaman perang kemerdekaan. Peristiwa yang terjadi pada 23 Maret 1946 lebih terkenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.

Monumen yang memiliki ketinggian 45 meter ini dibangun pada 1981. Memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Di puncaknya sengaja dibuat jilatan api yang mengarah ke atas. Monumen itu berwarna kuning keemasan layaknya api yang menyala. Di bawah tugu itu tiga penyangganya disangga sebuah kolam.

Sekarang monumen itu dikelilingi pagar besi setinggi kira-kira satu meter. Temboknya tampak kusam menghitam.  Sedangkan lantainya di beberapa bagian tumbuh lumut, dan rumput.  Meaki begitu tetap saja monumen ini menjadi tempat favorit pengunjung Lapangan Tegallega untuk sekadar nongkrong dan berfoto ria.

Minggu (4/1/2015) sore ketika mendung memayungi Lapangan Tegallega, beberapa orang tampak sedang menikmati kesejukan  udara di sore itu. Udara dingin, dan angin yang cukup kencang tidak  membuat mereka beranjak. Mereka terus berfoto tepat di kaki monumen itu. Keceriaan mereka sangat tergambar, dan sesekali terdengar samar suara ketawa mereka.

Di depan monumen itu anak-anak, remaja, dan orang tua sedang berolahraga. Ada yang bermain sepak bola, bulu tangkis, dan hanya yang sekadar joging. Lapangan Tegallega sudah sejak lama menjadi tempat warga untuk berolahraga, atau hanya sekadar berjalan-jalan.

Monumen Bandung Lautan Api Dirancang Sunaryo

Monumen ini dirancang Sunaryo, seniman kontemporer sekaligus mantan dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung. Sunaryo juga merupakan penggagas beberapa patung dan monumen yang berada di kota-kota besar Indonesia.

“Pada  1984, saya pernah mengikuti sebuah kompetisi untuk membuat monumen Bandung Lautan Api dan akhirnya saya memenangkan,” kata Sunaryo seperti dikutip detik.com pada 27 Februari 2009.

Sayangnya ketika malam datang kegagahan monumen ini terganggu oleh kegiatan orang-orang yang bertransaksi seks. Kegiatan itu sudah lama berlangsung. Pada tahun 80-an praktek ini pun telah berlangsung. Razia sering dilakukan perintah kota tapi tetap saja praktek itu bercokol di sana. *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *